Ada seorang pemuda yang telah lama menuntut ilmu di luar negeri,
namun selama itu pula ia tidak pernah belajar tentang pengetahuan
agama (Tsaqofah Islam). Sekembalinya ke negeri asal, ia pun sering
bertemu dan berdiskusi dengan teman serta kenalannya dari berbagai
kalangan, baik dari kalangan intelektual – akademis maupun para
aktivis. Di tengah perjalanan hidup yang ia jalani, kekosongan
pengetahuan mengenai agamapun ia rasakan dan sadari, sehingga
memunculkan kegelisahan di dalam hatinya dan membuat ia terus
bertanya – tanya dengan pertanyaan yang sama dimana pernah ia
tanyakan juga kepada para dosen dan profesor yang mengajar di tempat
ia menuntut ilmu selama ini. Di dalam pencariannya yang cukup panjang
itu, selama itu pula pertanyaannya tersebut belum terjawab sama
sekali, sehingga ia bertekad untuk mencari seseorang yang paham
tentang Islam dan bisa menjawab 3 pertanyaan besarnya tersebut. Dalam
masa – masa pencariannya, pemuda tersebutpun bertemu dengan seorang
Ulama yang kemudian tanpa disengaja merekapun menjalin dialog.
Ulama : “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Pemuda
: “Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Maaf, apakah anda
mengenal saya atau kita pernah bertemu sebelumnya?” (tanya sang pemuda
kepada Ulama tersebut dengan menunjukan sedikit ekspresi heran di
wajahnya atas salam dari sang ulama yang baru ia temui).
Ulama :
“Sebagai muslim, sudah seharusnya selalu memberi salam setiap kali
bertemu dengan saudaranya yang sesama muslim, baik yang sudah saling
mengenal atau belum, sudah pernah bertemu sebelumnya ataupun baru
pertama kali bertemu.”
Pemuda : ”Oh... (iapun jadi paham dan
berfikir bahwa orang tersebut merupakan orang yang paham tentang Islam
sehingga mungkin bisa menjawab pertanyaannya yang selama ini belum
terjawab). Maaf, bolehkah saya tau anda siapa dan apakah bisa menjawab
pertanyaan – pertanyaan saya?”
Ulama : ”Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.”
Pemuda : ”Anda yakin? Sedangkan Profesor di Amerika dan banyak orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”
Ulama : ”Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”
Pemuda : ”Saya ada 3 pertanyaan:
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya!
2. Kalau memang benar ada takdir, tunjukkan takdir itu pada saya!
3.
Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang
dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka
memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh
itu?”
Tiba-tiba ulama tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda : (sambil menahan sakit) ”Hei! Kenapa anda marah kepada saya?”
Ulama : ”Saya tidak marah... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.”
Pemuda : ”Saya sungguh – sungguh tidak mengerti.”
Ulama : ”Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : ”Tentu saja saya merasakan sakit.”
Ulama : ”Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?”
Pemuda : ”Ya!”
Ulama : ”Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”
Pemuda : ”Saya tidak bisa.”
Ulama
: ”Itulah jawaban pertanyaan pertama... kita semua merasakan
kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujud-Nya. Maka cukup dengan
mengamati dan memikirkan tentang ciptaan-Nya (alam, kehidupan,
manusia), kita akan menemukan kekuasaan dan besaran Allah SWT sebagai
Tuhan tanpa harus melihat wujud-Nya karena keterbatasan yang kita
miliki."
Ulama : ”Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”
Pemuda : ”Tidak.”
Ulama : ”Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?”
Pemuda : ”Tidak.”
Ulama : ”Itulah yang dinamakan takdir.”
Ulama : ”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Ulama : “Terbuat dari apa pipi anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Ulama : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : “Sakit.”
Ulama
: “Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari
api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang
menyakitkan untuk syaitan. Semoga kita bukan termasuk orang – orang yang
ditempatkan bersama syaitan di neraka...”
Pemuda itu
langsung tertunduk dan memeluk ulama tersebut sambil memohonnya untuk
mengajarkan Islam lebih banyak lagi. Pertanyaan yang selama ini
tertancap di benaknyapun telah terjawab dengan sangat rasional serta
memuaskan akal, menentramkan hati / jiwa dan sesuai dengan fitrah
manusia.
0 komentar:
Posting Komentar